Senin, Juli 09, 2007

Benua Atlantis itu (Ternyata) Indonesia

Ini adalah sebuah halaman opini yang disadur langsung dari pikiran rakyat pada Senin, 02 Oktober 2006.

walaupun udah outdated, Saya baru baca :-p emang katro yah gw, tapi gpp lah hehehe....

jangan lupa baca komentar saya di tulisan berikutnya...

Selamat membaca :-D

Benua Atlantis itu (Ternyata) Indonesia

Oleh Prof. Dr. H. PRIYATNA ABDURRASYID, Ph.D.  

MUSIBAH alam
beruntun dialami Indonesia. Mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan
lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah
yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?


Plato (427 - 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan
gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu
mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang
hilang atau Atlantis.


Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu
adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30
tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve
Localization of Plato's Lost Civilization
(2005). Santos menampilkan 33 perbandingan,
seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya
menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas
Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir,
dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.


Konteks Indonesia



Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya
menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah
nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk
penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia
merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti
halnya sekarang.


Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang
dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur
dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung
berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri
dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.


Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan
gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia
masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh
gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu)
itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di
antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/Mahameru di Jawa
Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau
Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling
dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera
dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.


Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara
peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato
menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam
bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa
letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi
ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.



Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi
secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti
Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.


Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu
berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan
lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur
berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan
tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua.
Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus
kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos
menamakannya Heinrich Events.


Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah
melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua,
mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh
Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil
menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada
peribahasa yang berkata, "Amicus Plato, sed magis amica veritas."

Artinya,"Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran."


Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama,
bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai
wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi
di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung,
Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah
atau sedang aktif kembali.


Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur
air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di
daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible
barrier of mud
(hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable

(tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah
dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim
kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan
lumpur panas dari masa yang lampau.


Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus
membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional,
sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan
bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari
sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat
mengatasinya.***  


Penulis, Direktur Kehormatan International Institute of Space Law (IISL),
Paris-Prancis

Tidak ada komentar:

Pencarian

Google
 
The Ubuntu Counter Project - user number # 3998 Linux Registered User